Tuesday 4 October 2016

Aku Bangga Jadi Santri

Suara sirine menggema hingga sudut-sudut ruang kamar. Mencolek setiap gendang telinga yang masih terlelap pulas. Satu, dua, tiga pasang mata terbuka. Lagi, lagi dan lagi.

“Quuumnaa….!!! Get Up….!!![1]

“Hayya ilal masjid!!![2]” Suara-suara mereka terdengar lagi. Kali ini lebih keras dari biasanya.

“Alamak!! Baru lima jam kedua mata ini terpejam,” keluhku. Masihkah ada sedikit waktu istirahat untuk tubuhku. Ah, percuma. Kata orang ini penjara suci. Seram dengan kata penjara, namun tenteram dengan kata suci. Aku pun masih bingung menafsirkannya.

Aku Hilal. Sudah empat bulan aku tak bercengkrama dengan gadget mahalku, tak menikmati lezatnya pizza macaroni House Cafe, tak berjumpa dengan Clash of Clan untuk menyelesaikan level terakhir dan tak bermain skateboard di taman kota. Karena, sudah empat bulan aku disebut sebagai santri.  Melepas segala hirup pikuk dunia lamaku. Dan mulai menghirup oksigen  dalam dunia pesantren. Seminggu lalu mama menelpon agar selalu sabar menjalani kehidupan baru ini. Sebulan aku sabar, dua bulan tetap sabar, bulan ketiga masih sabar hingga menginjak empat bulan aku sudah mulai lelah. Mana tahan.

Remaja sepertiku mana tahan dengan budaya ngantri. Mandi ngantri, makan ngantri, mencuci pakaian pun ngantri. Kalau makan harus bersama, satu piring besar terbagi menjadi delapan orang. Ah, rasanya malas sekali jika makan berdempetan. Enam hari dalam seminggu aku harus menghapal beberapa kosa kata bahasa Arab dan mengulangnya dihadapan kakak pengurus. Mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Aku harus bercengkrama dengan tumpukan kitab-kitab Arab gundul. Aku harus mengaji beberapa lembar al-Qur’an setiap harinya. Peraturan demi peraturan membayangi otakku. Jenuh rasanya. Bahkan aku lebih rindu kucing anggoraku di rumah dibandingkan  keadaan ini. Hingga akhirnya peristiwa itu terjadi.

Gemuruh suara santri aliyah kelas sepuluh memenuhi ruang kelas saat pak ustadz Rozak datang. Bukan karena kedatangan ustadz Rozak, namun kehadiran sosok yang berada di samping beliau. Adalah KH. Fathuddin. Kyai sohor yang namanya sudah tak asing di telinga santri . Beliau lah pengasuh pondok pesantrenku, pondok pesantren Al-Falah. Beliau masuk ke dalam ruang kelasku bukan hanya sekedar untuk memandang ruang kelas, pengajar dan santri. Kata ustadz Rozak, biasanya beliau mengajak berbincang salah satu santrinya di dalam kelas.

“Muhammad Hilal Syahreza..!” Ustadz Rozak memanggil namaku setelah sekejap menatap daftar absen, itu pertanda kiyai akan mengajakku berbincang kecil. Lantas dengan sigap aku berdiri.

“Yes, i am”, tegasku.

“Assalamualaikum Hilal. Semoga keadaanmu selalu sehat. Bagaimana kesanmu menjadi santri di sini nak?”, tanya kiyai.

“Nothing special”, jawabku.

Senyum kiyai meruah bak delima mekar. Tatapannya sedikit sayu. “Apakah kau betah tinggal di sini nak?”, tanya kiyai kembali.

Alisku menyerngit seakan ada keraguan untuk menjawab pertanyaan kiyai. “I am not sure, Kiyai. Saya bosan dan jenuh, Saya tak terbiasa mengantri jika mau mandi, apalagi makan bersama-sama”, jawabku. Seketika mata  teman-teman sekitar kelas menatapku tajam. Mata uztadz Rozak tak luput dari jangkauanku. Melotot. Tajam.

Beberapa saat kemudian, Kyai Fathuddin kembali bertanya, kini suaranya lebih pelan dan lembut.“Jawab dengan jujur nak. Berapa kali kau melaksanakan shalat selama di sini?”, tanya kyai.

“Lima kali kyai, ditambah dengan shalat tahajud dan duha”, jawabku

“Berapa kali kau mengaji al-Qur’an selama di sini?”, tanya kyai.

“Setiap hari setelah shalat subuh dan magrib kyai”, jawabku lagi.

“Berapa banyak kosa kata yang kau hapalkan selama di sini”, ucap kyai.

“Sudah ada 300 kosakata dalam bahasa Arab dan Inggris, kyai”, ucapku bingung.

“Lalu, berapa teman yang sudah berbagi makanan bersamamu?”, tanya Kyai.

“Hmm, hampir semua teman dalam kamar saya, Kyai”, balasku. Kini senyuman Kyai kembali merayap. Lalu beliau kibaskan sorban melingkari leher panjangnya. Beliau melangkah kecil ke arahku.

“Sebesar tempat pecut di surga nilainya lebih baik dari pada dunia dan seisinya. Hadis riwayat Bukhari dan Muslim”, bisik kecil kyai kepadaku. “Sekarang kau bandingkan dengan empat bulan lalu sebelum dirimu di sini nak. Semoga Allah merahmatimu”, ucap Kyai lantas pergi dengan salam dan meninggalkan kelas.

Bak dentuman dahsyat menukik hatiku paling dalam. Pikiranku mengajak bernostalgia sejenak dengan hingar bingar duniaku dahulu. Masih teringat bagaimana aku mengabaikan azan shalat seperti lalat yang lalu lalang. Melantunkan lagu-lagu populer masa kini dan meninggalkan al-Qur’an di sudut akhir rak buku. Menikmati kekayaan kedua orang tua dengan tak memperdulikan nasib fakir di belakang sana. Dan di pesantren ini aku menadapatkan nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, menjadikan pribadi yang sabar dan saling tolong menolong. Di sini kami tidak diajarkan untuk menjadi pengejar kepentingan uang dan kekuasaan, tapi semata-mata kewajiban dan pengabdian (ibadah) kepada Tuhan. Aku, Hilal, bangga menjadi santri.
Read More

PELAJARAN BIJAK DARI KISAH KYAI DAN SANTRINYA

Di sebuah pondok pesantren, terdapat seorang santri yang tengah menuntut ilmu pada seorang Kyai. Sudah bertahun-tahun lamanya si santri belajar tapi dia merasa masih haus ilmu. Akhirnya Kyai memutuskan memberinya serangkaian ujian untuk membuktikan bahwa si Santri benar-benar sudah matang ilmunya.
Ujian pertama, kedua, dan ketiga sudah berhasil diselesaikan. Tinggal satu ujian terakhir yang harus dibereskan si Santri.
“Anakku, aku tahu ilmu kamu sudah sangat sempurna,”puji sang Kyai mendapati hasil ujian santrinya.
“Terima kasih Pak Kyai, tapi masih ada satu ujian yang harus saya taklukkan,”ujarnya gusar.
“Baiklah, ujian terakhir ini bisa dikatakan gampang-gampang susah,”ujar sang kyai penuh teka-teki.
Si Santri merasa tidak sabar ingin segera menyelesaikan ujian tersebut, karenanya dia terus mendesak agar Sang Kyai,”apa yang harus saya lakukan, Kyai?”tanyanya.
Perlahan Sang kyai membenarkan posisi duduknya, “baiklah, dalam tiga hari ini, aku ingin meminta kamu mencarikan seorang ataupun makhluk yang sangat buruk dari kamu, “ujar sang Kyai.
“Tiga hari itu terlalu lama Kyai, aku bisa menemukan banyak orang atau makhluk yang lebih buruk daripada saya,”jawab Santri penuh percaya diri.
Sang Kyai tersenyum seraya mempersilakan muridnya membawa seorang ataupun makhluk itu kehadapannya.
Santri keluar dari ruangan Kyai dengan semangat,”hem, ujian yang sangat gampang!”
Hari itu juga, si Santri berjalan menyusuri jalanan ibu kota. Di tengah jalan, dia menemukan seorang pemabuk berat. Menurut pemilik warung yang dijumpainya, orang tersebut selalu mabuk-mabukan setiap hari. Pikiran si Santri sedikit tenang, dalam hatinya dia berkata, “ähay.. pasti dia orang yang lebih buruk dariku, setiap hari dia habiskan hanya untuk mabuk-mabukan, sementara aku selalu rajin beribadah.”
Dalam perjalanan pulang Si santri kembali berpikir,”ah, kayaknya si pemabuk itu belum tentu lebih buruk dari aku dech, sekarang dia mabuk-mabukan tapi siapa yang tahu di akhir hayatnya Allah justru mendatangkan


hidayah hingga dia bisa khusnul Khotimah, sedangkan aku yang sekarang rajin ibadah, kalau diakhir hayatku, Allah justru menghendaki Suúl Khotimah, bagaimana? “Huuh… berarti pemabuk itu belum tentu lebih jelek dari aku,”ujarnya bimbang.
Hari kedua, si santri kembali melanjutkan perjalanannya mencari orang atau makhluk yang lebih buruk darinya. Di tengah perjalanan, dia menemukan seekor anjing yang menjijikkan karena selain bulunya kusut dan bau, anjing tersebut juga menderita kudisan.
“Ahay…akhirnya ketemu juga makhluk yang lebih jelek dari aku, anjing tidak hanya haram, tapi juga kudisan dan menjijikkan, ”teriak santri dengan girang.
Dengan menggunakan karung beras, si Santri membungkus anjing tersebut dan memboncengnya ke rumah. Namun malam harinya, tiba-tiba dia kembali berpikir, “anjing ini memang buruk rupa dan kudisan, namun benarkah dia lebih buruk dari aku?” Oh tidak, kalau anjing ini meninggal, maka dia tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukannya di dunia, sedangkan aku harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan selama di dunia dan bisa jadi aku akan masuk ke neraka. Akhirnya si santri menyadari bahwa dirinya belum tentu lebih baik dari anjing tersebut.
Pada hari ketiga, Si santri mencoba kembali mencari orang atau makluk yang lebih jelek darinya. Namun hingga malam tiba, dia tak jua menemukannya. Lama sekali dia berpikir, hingga akhirnya dia memutuskan menemui sang Kyai.
“Bagaimana Anakku, apakah kamu sudah menemukannya?”tanya sang Kyai.
“Sudah, Kyai,”jawabnya seraya tertunduk. “Ternyata diantara orang atau makluk yang menurut saya sangat buruk, saya tetap paling buruk dari mereka,”ujarnya perlahan.
Mendengar jawaban sang Murid, kyai tersenyum lega,”alhamdulillah.. kamu dinyatakan lulus dari pondok pesantren ini, anakku,”ujar Kyai terharu.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah diatas adalah:

Selama kita hidup di Dunia, jangan pernah bersikap sombong dan merasa lebih baik/mulia dari orang ataupun makhluk lain. Kita tidak pernah tahu, bagaimana akhir hidup yang akan kita jalani. Bisa jadi sekarang kita baik dan mulia, tapi diakhir hayat justru menjadi makhluk yang seburuk-buruknya. Bisa jadi pula sekarang kita beriman, tapi di akhir hayat, setan berhasil memalingkan wajah kita hingga melupakan_Nya. Wallahu’alam bissawab
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Lukman: 18).
Read More

4 Fakta Unik Pacaran Ala Santri (Pondok Pesantren)


4 Fakta Unik Pacaran Ala Santri (Pondok Pesantren). Menurut Wikipedia, Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Sampai saat ini, pondok pesantren pada umumnya terbagi menjadi 2 bagian : Pondok Pesantren Modern dan Pondok Pesantren Salafi.

Pondok Pesantren Salafi adalah pondok tempat belajarnya para murid (Santri) yang mendalami ilmu mengenai kitab-kitab Islam. Pondok Pesantren Modern adalah pondok tempat belajarnya para murid (Santri) mengenai Ilmu pengetahuan Duniawi dan juga Agama (yang lebih mendalam). Para murid yang belajar di pesantren atau Santri biasanya memiliki asramanya tersendiri disana, otomatis banyak sekali pelajaran yang akan mereka ambil, tidak hanya pelajaran dikelas saja, melainkan palajaran cara mandiri, bergaul bersama teman yang lainnya ataupun pengalaman percintaan.

Biasanya pengalaman percintaan tersebut sering terjadi oleh kalangan para santri yang sekolah di pondok pesantren modern, karena kebanyak pondok pesantrem modern masa kini memiliki fasilitas sekolah atau kelas yang dicampur dengan putra dan putri. Karena mereka 1 kelas dengan lawan jenisnya, pastinya ada beberapa santri yang mengalami masa jatuh cinta kepada lawan jenisnya. Uniknya, cara mereka menjalani hubungannya dengan pasangan pastinya sangat berbeda dengan murid lainnya yang sekolah diluar pesantren. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah Fakta Unik Mengenai Pacaran Ala Anak Santri :

1. Surat-suratan

Peraturan yang pastinya diterapkan disetiap pondok pesantren adalah "Dilarang Membawa Handphone". Jika mereka dilarang membawa barang tersebut, pastinya mereka menggunakan cara lain untuk berkomunikasi. Cara yang biasa mereka lakukan untuk saling berkomunikasi adalah dengan surat menyurat, dengan menggunakan surat mereka masih bisa saling berkomunikasi dengan memberikan surat tersebut kepada pasangannya ketika didalam kelas, atau memberikannya kepada teman terdekat pasangannya atau teman sekamarnya untuk diberikan kembali kepada orang yang dituju.

2. Nitip Salam ke Sana dan ke Sini

Biasannya sangkin kangennya para santri kepada pasangannya, mereka selalu menitipkan salam kepada teman pasangannya tersebut dan menitipkan salamnyapun pastinya tidak hanya kepada satu orang saja, karena bagi mereka semakin banyak salam yang sampai pada pasangannya, maka semakin bagus.

3. Janjin untuk Ketemuan

Kebanyakan dari santri yang memiliki pasangan di pondok pesantren, mereka pasti akan mencari cara agar dapat bertemu dengan pasangannya. Entah itu dengan cara janjian bertemu di Koperasi Pelajar (biasanya ada saja pesantren yang menyediakan koperasi pelajar yang campur dengan putra-putri), bahkan ada yang mengajaknya makan bersama keluarga ketika salah satunya sedang dijenguk, jika ditanya oleh ust, atau pengurus ngakunya sebagai saudara dan masih banyak lagi.

4. Memberi Hasil Karyanya Ketika Ulang Tahun

Biasanya hal ini akan dilakukan jika santri tersebut salah satu bagian dari anak seni ke pondoknya. Kebanyakan para santri yang memiliki pasangan di pondok pesantren lebih memilih untuk memberikan pasangannya sebuah hasil karya yang dibuatnya sebagai hadiah kado ulang tahun, entah itu berupa lukisan, kaligrafi, grafiti dan lain sebagainya. Karena cara tersebut adalah cara yang simple dan sweet sebagai kado ulang tahun melainkan dengan memberinya kue coklat atau sebagainya.

Demikianlah beberapa fakta unik pacaran ala anak santri di pondok pesantren. Perlu diketahui, bahwa pacaran di pondok pesantren adalah salah satu pelanggaran besar yang sangat dilarang oleh setiap pondok pesantren, karena pada dasarnya kita sekolah di pondok pesantren bukan untuk mencari pasangan, melainkan menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Akan tetapi masih ada saja sebagian santri yang melanggar peraturan keras tersebut. Jika ada yang melanggar peraturan tersebut, biasanya hukuman bagi putra adalah dengan mencukur habis rambutnya atau botak dan hukuman bagi putri adalah dengan menggunakan kerudung belang atau dengan menjemurnya di lapangan. Jika kalian mengetahui fakta unik lainnya tentang pacaran di pondok pesantren, kalian bisa menulisnya di kolom bawah.

Read More

11 Tips Agar Santri Atau Calon Santri Betah Belajar Di Pondok Pesantren.

Keinginan untuk memiliki anak yang Shaleh dan keterbatasan waktu orangtua untuk mendidik anaknya dirumah merupakan beberapa alasan (motivasi) para calon wali santri untuk memasukkan anaknya ke Pendidikan Pesantren. Namun terkadang,Kekhawatiran dengan kondisi lingkungan yang kurang baik,dan kesiapan anak yang akan menjalani program pendidikan berbasis Boarding School tersebut belum selamanya mendukung. Sehingga ada beberapa orangtua yang sedikit “memaksa” agar anaknya mau nyantri, padahal anaknyya belum mendapatkan gambaran tentang seperti apa dan bagaimana kehidupan di Pesantren. Akibatnya, anak yang didambakan mampu mengenyam pendidikan pesantren dengan baik, ternyata minta pulang dengan alasan tidak betah dan sebagainya.
Nah, apakah ada cara agar santri atau calon santri betah nyantri di Pesantren.? Tentu ada, dan Insya Allah pada postingan kali ini tim Redaksi Sirojuth-Tholibin.net akan menawarkan beberapa tips atau langkah langkah agar santri atau calon santri betah belajar di Pondok Pesantren. Terutama bagi calon wali santri yang baru saja ingin memasukkan anaknya ke Pesantren, khususnya Pesantren Modern. Berikut ini adalah caranya :

1. Berdoa kepada Allah SWT.
Mungkin anda akan berkata, kenapa setiap cara selalu saja poin pertama berdoa, apa tidak ada yang lain. Kami harus menjawab memang kemanapun kita pergi dan apapun pekerjaan yang ingin kita lakukan tetap tidak boleh melupakan hal yang satu ini, yaitu berdoa. Ini senjata seorang mukmin yang bisa kita andalkan dimanapun dan untuk apapun. Konon fir'aun pun setiap malam berdoa untuk kelanggengan kerajaannya sehingga pada suatu malam dia ketiduran tidak sempat berdoa. Esok harinya dia tenggelam dalam laut merah.
Makanya kalau anda ingin terus dapat menetap di pesantren harus sering-sering berdoa, mintakan juga orang tua dan kerabat untuk mendukung anda dalam hal ini. biasa ini sangat ampuh dan banyak orang telah membuktikan.
sedangkan bagi anda orang tua, jika punya anak di pesantren dan dia sudah tidak lagi betah, maka saran kami berdoalah sebanyak-banyaknya kepada Allah supaya diberi hidayah dan taufik kepada anak anda. ingat, doa orang tua tidak ada hijab, pasti terkabul.

2. Sudah Mandiri.
Kehidupan di Pesantren lebih banyak aktifitas yang sifatnya mandiri, untuk itu calon santri harus lebih siap dan sudah terbiasa dengan pola hidup mandiri. Misalkan dirumah sudah terbiasa mencuci baju sendiri, mencuci piring bekas makan sendiri, sudah bisa masak dengan menu sederhana, dan merapikan tempat tinggal atau kamar tanpa harus diminta oleh orangtua. Kebiasaan hidup yang sudah mandiri seperti ini Insya Allah akan lebih membantu calon santri untuk menjalani aktifitas di Pesantren.

3. Terbiasa Disiplin.
Sudah tidak diragukan lagi, kedisiplinan sudah menjadi salah satu icon yang dimiliki oleh Pesantren, maka bagi calon santri yang akan menjalani pendidikan di Pesantren, ia harus siap dan terbiasa disiplin. Kedisiplinan ini dapat dibangun ketika sang anak masih bersama orangtua, misalkan anak dilatih untuk bangun diwaktu Shubuh atau sebelum shubuh (untuk melakukan shalat tahajud), shalat lima waktu dengan tepat waktu, tidak terlambat berangkat ke sekolah, menjaga kerapihan baik penampilan maupun tempat tinggal,  tidak suka terlambat, dan terbiasa hidup lebih teratur.

4. Jangan sering pulang/ dikunjungi orang tua.
Seringkali seorang santri pindah atau tidak lagi betah di Pondok Pesantren karena keseringan pulang kampung. Sering pulang akan menyebabkan seorang santri itu lupa segala pantangan yang ada di dayah/pesantren. Misalnya, tidak boleh nonton TV, internetan, dan lain-lain. Nah, ketika pulang biasanya mereka mengqadha segala pantangan yang tidak boleh sebelumnya itu. Pada akhirnya ini akan menyebabkan kemalasan untuk kembali lagi ke pesantren, karena akan hilang kesenangannya yang ada di kampung.
Makanya kebanyakan orang itu menuntut ilmu itu di tempat yang jauh, agar tidak mudah untuk pulang.
Untuk beberapa kondisi tertentu (terutama bagi santri cilik dan yang belum sepenuhnya siap), terlalu sering dijenguk merupakan hal yang kurang baik karena akan mengganggu kosentrasi santri, dan menyebabkan santri ingin pulang ikut bersama orangtuanya yang menjenguk. Saran terbaik untuk waktu besuk adalah sebulan sekali.

5. Mampu bergaul.
Anak yang memiliki kesulitan didalam bergaul biasanya akan membutuhkan waktu lebih lama untuk beradaptasi dengan lingkungan pesantren. Apalagi yang akan ditemui adalah teman-teman yang semuanya belum dikenal. Maka dalam hal ini calon santri haru memiliki keberanian dan kemampuan untuk memperkenalkan diri, dan lebih terbuka. Sebagai permulaan, santri bisa mencatat nama-nama teman barunya seserta alamatnya didalam buku hariannya, sehingga ia lebih cepat hafal nama-nama teman barunya.

6. Berani dan Percaya Diri.
Memiliki Keberanian dan Percaya Diri yang baik dapat membantu memudahkan didalam menjalani aktifitas di Pesantren. Berani dalam hal berkomunikasi dengan teman baru atau Ustadz yang baru dikenal. Percaya Diri atau dengan istilah tren nya Pede, dibutuhkan didalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di Pesantren. Misalkan Latihan Pidato (muhadloroh), Latihan Pramuka, latihan berbahasa Arab dan Inggris, dan lain sebagainya.

7. Sehat jasmani dan Rohani.
Salah satu syarat untuk masuk Pesantren adalah adanya surat keterangan sehat dari dokter. Informasi ini penting, karena akan sangat sulit jika santri harus ikut kegiatan Pesantren yang begitu padat sementara kondisi santri tidak memungkinkan. Bayangkan jika santri terlalu sering pulang dengan alasan sakit, karena keseringan sakit dan pulang maka keputusan untuk keluar Pesantren bukan tidak mungkin harus diambil.
Santri juga harus bersih dari riwayat kurang baik yang kaitannya dengan penyalahgunaan obat-obatan terlarang, kecuali sudah ada keterangan dan rekomendasi dari lembaga yang berwenang. Dikhawatirkan, jika masih belum betul-betul sembuh maka santri akan kembali mengkonsumsinya bahkan akan mengajak santri lainnya untuk menggunakan narkoba. Na’udzubillah. Selain itu, santri juga tidak memiliki keterbelakangan mental, sehingga santri mampu menyerap ilmu yang dipelajari di Pesantren.

8. Memiliki gambaran tentang Pesantren.
Calon santri terlebih dahulu harus mengetahui tentang gambaran kehidupan pesantren, mulai dari bangun tidur sampai kembali tidur. Santri harus memahami tata tertib pesantren  dan disiplin yang berlaku, sehingga didalam menjalaninya tidak kaget, karena sudah dipersiapkan. Sebelum memutuskan diri untuk mendaftar di Pesantren, maka disarankan untuk melakukan survey dan kunjungan terlebih dahulu ke lokasi pesantren yang akan dipilih, agar semakin yakin dan mantap.

9. Keinginan Calon santri lebih kuat.
Terkadang ada santri yang masuk Pesantren bukan atas dasar keinginannya sendiri, tetapi kehendak dari orangtuanya. Boleh-boleh saja orangtua memiliki keinginan untuk memasukkan anaknya ke Pesantren, tetapi upayakan niat itu muncul dari dalam diri sang anak. Karena yang akan menjalani pendidikan adalah anak. Akan sangat baik hasilnya jika memang sang anak yang meminta untuk dimasukkan ke Pesantren. Salah satu cara agar anak tertarik kepada dunia Pesantren dan keinginan itu muncul adalah dengan cara mulai memperkenalkan pesantren sedini mungkin, misalkan saat anak masih duduk dibangku kelas 4 atau 5, sudah dikenalkan dengan Pesantren.

10. Bertawakkal kepada Allah SWT.
Ini jalan terakhir yang harus anda tempuh jika ingin menetap di pesantren, berserah dirilah kepada Allah SWT. karena Dialah sebaik-baik pengatur, serahkan segala urusan kepadaNya seorang.
Jangan lupa Bersedekah untuk santri
Ini merupakan amanat Seorang guru kepada kami pada suatu hari. Beliau menyebutkan salah satu faktor kenapa beliau bisa menetap begitu lama di pesantren dan sukses adalah karena orang tuanya dulu sangat gemar membantu santri. Setiap santri yang pulang kampung halaman pasti di suruh singgah di warungnya dan ditraktir besar-besaran. Banyak juga kawan kami yang mempraktekkan hal ini dan berhasil. Ingat motto, cintailah agama, niscaya agama akan mencintai anda.
Demikianlah beberapa langkah-langkah agar calon santri mampu bertahan dan beradaptasi dengan cepat di lingkungan barunya Pondok Pesantren. Mudah-mudahan tulisan ini dapat membantu anda para orangtua yang belum menemukan formula yg tepat agar anak siap untuk mendapatkan pendidikan di Pondok Pesantren.

Semoga Bermanfaat.

sumber:http://sirojuth-tholibin.net/2014/04/08/11-tips-agar-santri-betah-belajar-di-pondok-pesantren/

Read More